Minggu, 06 November 2011

LAPORAN PEMICU 1 BLOK 10: MORFOLOGI DAN FUNGSI GIGI

PENDAHULUAN
1.2 Deskripsi Topik
Nama Pemicu : Morfologi dan fungsi gigi
Narasumber : 1. Rehulina Ginting.,drg, MSi
2. Minasari.,drg
Tanggal : 17 Oktober 2011
Skenario :
Seorang anak perempuan berusia 10 tahun dibawa ibunya ke dokter gigi dengan keluhan gigi depan kedua kanan dan kiri atas belum tumbuh juga, sedangkan gigi susunya sudah dicabut 4 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan klinis diperoleh 12 dan 22 belum erupsi. Hasil radiografi menunjukkan 12 tidak ada benih, 22 ada benih. Gigi insisivus dan molar permanen rahang atas dan rahang bawah sudah erupsi dengan baik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Erupsi gigi
Erupsi gigi merupakan suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukan gigi dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya gigi mencapai dataran oklusal. Erupsi gigi terjadi jika tonjol gigi atau tepi insisal dari gigi muncul menembus gingival dan tidak melebihi 3 mm di atas gingival level yang dihitung dari tepi insisal gigi.
Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal tetapi selama proses erupsi gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi dan pergerakan ke arah mesial. Proses erupsi gigi dimulai sebelum tanda pertama mineralisasi dimana proses erupsi gigi ini terus-menerus berlangsung tidak hanya sampai terjadi kontak dengan gigi antagonisnya, tetapi juga sesudahnya, meskipun gigi telah difungsikan. Proses erupsi gigi berakhir bila gigi telah tanggal.
Adanya pergerakan pada proses erupsi gigi akan menstimulasi pertumbuhan tulang rahang dalam arah panjang dan lebar. Hal ini terbukti bila gigi tanggal pada masa pertumbuhan dan perkembangan tulang rahang maka tulang rahang di sekitar gigi yang tanggal tersebut mengalami ketertinggalan dalam pertumbuhannya dibandingkan dengan tulang rahang di sekitar gigi yang tidak tanggal. Benih-benih gigi desidui dan gigi-gigi permanen mula-mula terhadap oklusal keduanya sejajar.

Dengan pertumbuhan rahang, gigi desidui akan lebih terdorong ke arah oklusal, makin tertinggal benih gigi permanen dan akhirnya benih gigi permanen ini menempati lingual akar atau antara akar-akar gigi desidui.
2.1.a Urutan waktu erupsi gigi permanen2
Gigi Permanen Waktu erupsi
M1 mandibula 6-7 tahun
M1 maxila 6-7 tahun
I1 mandibula 6-7 tahun
I1 maxila 7-8 tahun
I2 mandibula 7-8 tahun
I2 maxilla 8-9 tahun
C mandibula 10-11 tahun
P1 maxila 10-11 tahun
P1 mandibula 10-11 tahun
P2 maxila 10-12 tahun
C maxila 11-12 tahun
P2 mandibula 11-12 tahun
M2 mandibula 11-12 tahun
M2 maxila 12-13 tahun
M3 maxila dan mandibula 17-21 tahun

2.2 Gangguan erupsi gigi
Pemunculan gigi yang terlambat atau lebih cepat dari rata-rata waktu erupsi gigi yang normal baik pada gigi desidui maupun gigi permanen.
Gangguan ini antara lain :
a. Gangguan waktu erupsi
Gangguan waktu erupsi dapat dibagi menjadi 3, antara lain:
a. Erupsi prematur
b. Erupsi terlambat
c. Kegagalan erupsi.
a. Erupsi Prematur
Erupsi prematur atau erupsi dini ialah munculnya gigi di rongga mulut yang lebih cepat dari rata-rata waktu erupsi. Gigi dinyatakan bererupsi prematur (erupsi dini) bila gigi menembus mukosa mulut sebelum usia tiga bulan untuk gigi susu dan sebelum umur empat tahun untuk gigi permanen.
Pada saat bayi lahir adakalanya satu atau dua gigi. insisivus mandibula sudah bererupsi di rongga mulut, gigi ini disebut dengan gigi. natal sedangkan gigi yang nenembus mukosa mulut dalam waktu 30 hari setelah kelahiran dikenal dengan gigi neonatal. Baik gigi natal maupun gigi neonatal merupakan contoh dari gigi yang bererupsi secara prematur.
b. Erupsi Terlambat (delayed eruption)
Gigi dinyatakan mengalami erupsi terlambat jika gigi menembus mukosa mulut lebih lambat 1-3 tahun dari waktu rata-rata erupsi gigi. Kondisi ini dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen, tetapi lebih sering pada gigi permanen. Erupsi yang terlambat pada gigi susu maupun gigi permanen dapat terjadi secara menyeluruh atau hanya mengenai satu atau beberapa gigi saja.
c. Kegagalan Erupsi
Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi Kegagalan erupsi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen.
Pada umumnya faktor-faktor yang menyebabkan gigi gagal bererupsi hampir sama dengan faktor-faktor yang menyebabkan erupsi gigi yang terlambat.
b. Gangguan jumlah gigi
Kelainan mengenai jumlah elemen gigi geligi normal biasanya mengenai kelebihan dan kekurangan jumlah gigi.
1. Kekurangan jumlah gigi1
Kekurangan jumlah gigi juga dikenal dengan anodontia. Anadonsia sendiri terbagi atas:
a. Complete Anadontia
Complete anadonsia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali, dan merupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Anodontia dapat terjadi hanya pada periode gigi tetap/permanen, walaupun seluruh gigi sulung telah terbentuk.1,4
b. Oligodonsia
Oligodonsia merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya lebih dari 6 gigi.1
c. Hipodonsia
Hipodonsia merupakan suatu keadaan dimana tidak adanya gigi dalam rentang 1-6 gigi. Kondisi kelainan ini dapat melibatkan gigi susu maupun gigi permanen, namun seringkali pada gigi permanen. Pada hipodonsia gigi-gigi yang sering tidak terbentuk adalah gigi premolar 2 rahang bawah, insisivus 2 rahang atas, dan premolar 2 rahang atas.
2.4 Faktor-faktor yang mengganggu proses erupsi secara umum
1. Faktor Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor genetik ini mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi, termasuk proses kalsifikasi. Pengaruh faktor genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78 %.

2. Faktor Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor lingkungan tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktorketurunan. Pengaruh faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20 %.

Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain:
a. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi lebih lambat dibanding anak tingkat ekonomi menengah. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi tinggi memperlihatkan erupsi gigi lebih cepat dibandingkan anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah. Hal ini berhubungan dengan nutrisi yang diperoleh anak-anak dengan tingkat sosial ekonomi tinggi lebih baik.

b. Nutrisi
Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi gigi dan perkembangan rahang.Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi, tetapi hal ini terjadi pada malnutrisi yang hebat.Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mepengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin. Pengaruh faktor nutrisi terhadap perkembangan gigi adalah sekita 1 %.

3. Faktor Penyakit
Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik
dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,
Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan
Hemifacial atrophy.

4. Faktor Lokal
Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi berlebih, trauma dari benih gigi,mukosa gingiva yang menebal, dan gigi desidui yang tanggal sebelum waktunya.
5. Faktor Ras
Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar.

2.5 Faktor-faktor yang menyebabkan gigi insisivus lateralis (22) permanen tidak erupsi
Pada gigi yang telah memiliki benih gigi, dapat terjadi gangguan delayed eruption. Hal ini dapat dipicu karena faktor-faktor seperti :
1. Faktor umum
a. Gangguan endokrin
Gangguan erupsi dapat terjadi pada orang yang mengalmi hipotiroidism dan hipotiroidism. Disini elemen-elemen menunjukkan di samping email hipoplastik dan tidak sempurna, terjadi pembentukan akar yang lambat dan pemunculan yang tertunda.1
b. Defisiensi insulin
Pada sebagian penderita defisiensi insulin ditemukan adanya keterlambatan erupsi gigi- gigi permanen anterior sampai gigi permanen premolar.1
c. Fibrosis kistik
Pada kondisi patologis seperti fibrosis kistik pemunculan gigi yang lebih lambat dari rata-rata waktu erupsi disebabkan karena gangguan pembentukan benih gigi yang lebih lambat.6
d. Hipovitaminosis D
Kurangnya jumlah vitamin D dari jumlah normal yang dibutuhkan oleh tubuh dapat menyebabkan hipoplasia email dan ganggua pertumbuhan tulang sehingga gigi bererupsi lebih lambat.1

2. Faktor lokal
Faktor ini melibatkan satu atau beberapa gigi tetap. Faktor ini dianggap paling penting dalam terjadinya delayed eruption.
a. Pembengkokan akar abnormal
Pembengkokan akar dapat terjadi jika mahkota gagal menembus ginggiva namun pertumbuhan akar tetap berlanjut. Pembengkokan akar ini dapat memperlambat proses erupsi1
b. Ankilosis
Ankilosis merupakan suatu keadaan dimana sementum dari gigi bersatu dengan tulang disekitar gigi tersebut. Keadaan ini menyebabkan gigi tidak dapat bergerak walaupun ada tekanan erupsi1
c. Tulang yang tebal dan padat
Gagalnya gigi bererupsi pada kondisi ini disebabkan konsistensi tulang yang sangat keras dan padat sehingga tekanan erupsi normal tidak mencukupi untuk menembus tulang yang tebal dan padat tersebut.6
d. Tempat untuk gigi tersebut kurang.
Kurangnya tempat untuk gigi yang disebabkan oleh berbagai hal seperti ukuran gigi yang terlalu besar, tulang rahang yang tidak berkembang juga dapat menyebabkan gigi tidak muncul di rongga mulut.6
e. Posisi gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut.
Posisi gigi tetangga yang menghalangi jalannya erupsi dapat menyebabkan gigi tidak muncul ke permukaan.6
f. Adanya gigi susu yang persistensi
Gigi susu yang tidak tanggal pada waktunya (persistensi) dapat menyebabkan kegagalan erupsi pada gigi permanen. Kegagalan erupsi gigi permanen pada kondisi gigi persistensi ini disebabkan oleh tidak tersedianya ruangan untuk gigi permanen yang akan erupsi menggantikan gigi susu yang persistensi tersebut.6
g. Makrodonsia
Makrodonsi merupakan kelainan dimana gigi berukuran lebih besar dari normalnya. Kelainan ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami hipertiodism atau gigantisme.1
h. Kehilangan prematur elemen gigi sulung
Hilangnya gigi sulung sebelum setengah dari akar gigi permanen terbentuk dapat menyebabkan terlambatnya pemunculan gigi pengganti. Hal ini ada hubungannya dengan jaringan ginggiva yang sudah tertutup kembali akibat gigi tanggal terlalu dini sehingga tekanan erupsi normal tidak mencukupi untuk menembus ginggiva yang sudah tertutup tersebut1
i. Trauma gigi sulung
Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan kerusakan pada kantung gigi permanen sehingga mengakibatkan gangguan selama proses erupsi gigi menjadi lebih lambat1
2.6 Faktor yang menyebabkan gigi inisisivus lateral 11 tidak erupsi
Pada gigi 11 pada anak dalm skenario, hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gigi 11 tidak memiliki benih. Tidak adanya benih dapat disebabkan karena adanya gangguan pada tahap pembentukan benih gigi, yaitu tahap bud atau tahap inisiasi.
Tahap bud
Tahap bud adalah suatu tahap permulaan pembentukan kuntum gigi yang merupakan hasil proliferasi sel-sel ektodermal pada lapisan lamina dentis. Tahap bud ini berlangsung pada minggu ke-10 inta uterin. Adapun perubahan yang paling nyata dan paling dominant terjadi pada tahap bud ini proliferasi jaringan ektodermal dan jaringan mesenkimal yang terus berlanjut.
Kuntum gigi desidui berbentuk oval yang telah terbentuk pada tahap bud inilah yang kemudian dikenal sebagai organ enamel. Sel-sel pada organ enamel gigi ini berisi lebih banyak RNA (ribonukleat acid),lebih sedikit glikogen,dan aktivitas enzim oksidatif yang lebih besar dibandingkan sel-sel yang terdapat pada jaringan ektodermal yang berdekatan dengan organ enamel gigi desidui tersebut. RNA diperlukan dalam pembentukan ribosom. Adanya organela-organela sitoplasma dalam sel-sel organ enamel menandakan bahwa sel-sel organ enamel sudah mulai mengadakan metabolisme untuk memenuhi kebutuhan sel-sel organ enamel itu sendiri dan mempersiapkan sel-sel organ enamel sehingga mampu mensintesa protein yang menjadi matriks organik dalam pembentukan enamel.
Kuntum gigi permanent dibentuk pada ujung distal lamina dentis di atas berproliferasi secara teratur ke bagian posterior untuk memulai organ enamel.
Gangguan tahap bud
Gangguan tahap bud dapat terjadi pada proses proliferasi sel mesenkimal maupun pada proses sintesis protein yang membentuk matriks organ enamel.
Gangguan proses proliferasi dapat terjadi jika adanya paparan sinar radiasi, infeksi pada masa kehamilan, penyakit Syndroma Down, Sifilis dan Rubella.
2.7 Morfologi gigi
Morfologi gigi mencangkup bentuk, ukuran dan perbandingan ukuran gigi yang dipandang dari berbagai aspek pandangan, seperti aspek labial, palatal-lingual, mesial, distal dan insisal.
Pandangan labial adalah pandangan permukaan gigi anterior yang dekat dengan bibir. Sedangkan, pandangan palatal-lingual adalah pandangan terhadap gigi dari arah gigi yang menghadap ke palatal atau lingual. Pandangan mesial adalah pandangan terhadap gigi yang mengarah ke median line rahang, sedangkan pandangan distal adalah pandangan terhadap gigi dengan sisi menjauhi median line.
2.7.a Morfologi gigi insisivus lateralis maxila4
Pandangan/aspek Keterangan
Pandangan labial Korona berbentuk sekop yang membulat dengan panjang 9mm
Akar ramping dan hampir bundar, dengan panjang 13mm
Lengkung incisal ridge dan sudut insisal membulat, baik mesial maupun distal
Sudut mesioinsisal membulat
Letak titik kontak , Mesial : 1/6 kali korona dan distal : 1/3 kali korona
Panjang gigi keseluruhan 22,5 mm
Aspek palatal Mesial dan distal marginal ridge terlihat jelas
Cingulum menonjol ke arah developmental grooves yang berada di dalam palatal fossa.
Palatoinsisal ridge jelas.
Gigi runcing kearah palatal, mengikuti gigi insisivus sentralis
Cingulum, fosssa berbentuk huruf V
Aspek Mesial Mahkota gigi berbentuk segitiga
Lengkung garis servikal searah insisal ridge
Garis tengah membagi dua insisal ridge
Aspek Distal Developmental groove di sebelah distal mahkota meluas kesepanjang akar
Aspek insisal Ukuran labiopalatal lebih besar dibanding ukuran mesiodistal. Ukuran labiopalatal mahkota 6mm, ukuran mesiodstal 5,1mm
Permukaan labiopalatal lebih cembung dibanding insisivus sentralis




2


2.7.b Perbedaan morfologi gigi insisivus sentralis dan lateralis maxila4
Gigi insisvus sentralis maxila Gigi insisivus lateralis maxila
Aspek labial Ukuran gigi paling besar diantara gigi lainnya Ukuran mahkota gigi lebih kecil
Permukaan labial cembung Permukaan labial lebih cembung
Ukuran mesiodistal 8-9mm Ukuran mesiodistal 2mm lebih kecil
Akar berbentuk kerucut dan tumpul Akar ramping dan runcing
Letak titik kontak
Mesial : 1/8 kali korona
Diatal : ¼ kali korona Letak titik kontak
Mesial : 1/6 kali korona
Distal : 1/3 kali korona
Aspek Palatal Corak marginal ridge-cingulum berbentuk huruf M Corak marginal ridge-cingulum berbentuk huruf V
Groove, fosaa nyata Groove, fossa lebih nyata
Aspek Insisal Insisal ridge terlihat jelas Insisal ridge lebih kecil daripada insisivus sentralis
Permukaan labiopalatal cembung Permukaan labiopalatal lebih cembung

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
1. Schuurs A.H.B. Patologi gigi-geligi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press,1992: 15-16.
2. Itjingningsih. Anatomi Gigi. Jakarta : EGC. 1991: 102-107, 158
3. Nasution MI. Morfologi gigi desidui dan gigi permanen. Medan : USU Press, 2010: 34-40.
4. Susanto AJ. Abnormalitas pada gigi. ( 27 april 2010) < http://repository.ui.ac.id> (17 Oktober 2011).
5. Paradipta A. Pertumbuhan gigi susu dan gigi permanen dilihat dari umur. ( 10 Februari 2011). < http://paradipta.blogspot.com/> (17 Oktober 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar